“Duuh, akhir-akhir ini kenapa kepala gue suka pening dan perut sering mual yah? Mana pake muntah segala. Brengsek nih morning sick, ehh..Tapi, jangan.. jangaaan..” gumam Jennifer khawatir seraya bangun dari ranjang di kamar apartemennya.
Tak berapa lama dari arah toilette terdengar suara Jennifer yang sedang muntah.
“Hoek!.. Hoeek!.. Hoek!!”
Wajah gadis cantik berkulit putih mulus itu tampak pucat. Dia balik lagi ke dalam kamar dan terlihat sibuk mengubek-ubek isi tas jinjing kesayangannya untuk mencari sesuatu.
“Mana yaa? Kok ga ada sih? Hmm.. Nah ini dia.” ujar Jennifer Arnelita sembari memegang sebuah benda yang biasa tersedia dijual di apotik dan toko obat.
Gadis asal Kalimantan Timur itu langsung kembali menuju ke toilet. Entah apa yang akan dilakukannya dengan benda yang baru saja diambil dari dalam tas. Suasana hening sesaat. Tak berapa lama Jennifer keluar dari dalam toilette, wajah pucatnya menegang, jari tangan kanannya masih memegang benda kecil warna biru. Mata bening yang selama ini memancarkan sinar ceria masih terlihat terbelalak seakan tidak percaya ketika melihat hasil dari test pack yang menyatakan bahwa dirinya positif hamil.
“Gu.. Guee bunting.. Mampus dah.” ujar Jennifer terbata-bata.
“Pasti gara-gara kemarin itu dia nembak di dalam memek gue?” keluhnya putus asa.
***
Tiba-tiba, tubuhnya yang ramping berguncang keras ketika ada tangan yang mendorong-dorong pundaknya.
“Woi, Jen!! Bangun, banguun! Dah nyampe nih. Molor aja lu!” teriak seorang cowok membangunkannya yang lagi asyik tertidur pulas di dalam bus pariwisata.
Jennifer Arnelita mengerjapkan mata beberapa kali dan menggeliatkan badan untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku.
“Fyuuh! Ternyata cuma mimpi buruk. Fuckin’ nightmare.”
“Enak ya tidurnya?” tanya cowok yang sekarang berdiri di samping kursi bus di mana Jennifer tertidur lelap.
“Hehee.. Iya Rey, pulez banget gue. Eeh, dah nyampe yaa, Rey?”
“Iya, yuuk buruan turun Jen. Udah ditungguin tuh.” jawab Rey, nama cowok yang begitu perhatian kepada Jennifer.
Rombongan Jennifer adalah rombongan peduli lingkungan. Mereka tengah berada dalam program Go Green pelestarian Hutan Kerinci yang terletak di kaki Gunung Kerinci. Rombongan itu nantinya akan me-reboisasi di beberapa titik lokasi hutan yang telah gundul. Program yang di prakarsai oleh Departemen Kehutanan dan disponsori tunggal oleh ATPM Yamaha ini memberangkatkan 15 orang, salah satunya adalah Jennifer Arnelita, artis dan presenter kelahiran 1984 yang sedang naik daun belakangan ini. Berbagai bibit tanaman pohon mereka bawa. Pohon mahoni, pohon jati, pohon glugu, pohon pinus, pohon cemara, dan masih banyak lagi.
“Oke!! Semuanya siaap!! Jangan sampe ada yang ketinggalan. Tetap dalam satuan rombongan agar tidak tercecer dan tersesat di dalam hutan!!” teriak pemimpin rombongan melalui megaphone.
“Siaapp!!” teriak para peserta dengan semangat.
Cuaca yang sedikit mendung dan rada berangin membuat hawa di sekitar pos tempat mereka berkumpul terasa sejuk. Jennifer, yang mengenakan baju ketat, celana pendek army setengah paha, dan ber-sepatu boot tampak menggendong tas camping yang lumayan besar berisi tetek bengeknya peralatan dan perlengkapan acara mountainering ini.
Mereka mulai berjalan memasuki hutan yang terletak di kaki gunung. Pohon cemara dan pohon pinus tampak menyelimuti perbukitan. Sesekali terdengar bunyi suara ayam hutan dan cericit burung yang berlompatan dari ranting dahan pohon yang tinggi ke ranting pohon yang satunya. Tanaman anggrek liar juga banyak bergelanyut di dahan pohon. Bunga-bunganya yang berwarna putih terlihat kontras dengan warna batang pohon dan hijaunya dedaunan. Jennifer terlihat sangat menikmati perjalanannya, dia sibuk mengamati keindahan sekitar jalan setapak yang dilalui rombongan. Tangan kanannya mengambil sebuah kamera digital, dan dia pun mulai asyik meng-capture apa yang sekiranya patut untuk dijepret. Tak terasa sudah puluhan menit atau beberapa jam rombongan itu masuk ke dalam hutan. Tanah di pinggiran jalan setapak disemaki oleh belukar.
Di antara belukar itu ada yang berbunga kecil-kecil dengan aneka macam warna yang menarik. Tempat yang tidak ditumbuhi belukar adalah hamparan rumput hijau yang terlihat seperti permadani empuk kalo kita mendudukinya. Jennifer Arnelita berhenti sejenak. Dia pura-pura mengikatkan tali sepatu agar para rombongan sedikit lebih jauh dari tempat dia berhenti.
“Ntar biar gue nyusul aja, toh jalannya cuman ini doang. Tinggal ngikutin ini jalan pasti ketemu mereka.”
Setelah aman, Jennifer pun mulai mengambil gambar pemandangan sekitar karena memang sangat indah dan begitu menakjubkan. Hawa tempat itu sejuk dan hening. Angin yang bertiup dingin akan terus menimbulkan gesekan bergemerisik antara daun dengan daun yang lain antara ranting dengan ranting yang lain. Gadis berperawakan langsing dan berlekuk tubuh indah tengah melangkah merambah semak-semak belukar lebat yang tentunya semakin dalam masuk ke hutan, dan makin jauh dari tempat berhenti dirinya tadi. Betisnya sesekali tersangkut ranting-ranting sehingga meninggalkan bekas bilur merah di atas kulitnya yang putih. Jalanan setapak itu biasanya dilalui penduduk sekitar hutan untuk mencari ranting kayu, tetapi hari ini tidak ada tanda-tanda bekas dilalui seseorang. Rumput dan semak-semak masih tampak segar. Dengan bersiul-siul kecil, Jennifer tetap lincah melangkahkan kakinya. Dia tidak menyadari kalo dirinya bisa aja tersesat atau bahkan akan bertemu dengan binatang buas penunggu hutan. Gadis berhidung mancung yang ber-sepatu boot itu terus menyusuri jalan setapak yang mendaki lalu menyeberang sungai kecil, dan keluar dari jalur para pencari ranting pohon. Langkah Jennifer menembus semak yang ranting-rantingnya saling menyatu. Gerumbul tanaman berduri pun dia lewati, sampai pada akhirnya Jennifer melihat kebun anggrek hutan yang benar-benar menakjubkan. Mata beningnya yang sedikit sipit itu terbelalak lebar, tatkala melihat ‘surga kecil’ yang menghampar luas di depannya. Di bagian samping kanannya tumbuh rumput gajah yang rimbun dan tinggi.
“CHKREEK!.. CHKREK!!.. CHKREEK!.. CHKREKK!!” suara camdig Jennifer yang memotret kebun anggrek hutan terdengar nyaring di keheningan alam yang seakan tertidur.
“Chkrek, chkrekk barusan suara apaan yak? Kok aneh banget bunyi nya? Apa suara hantu? Ahh ga mungkin! Puluhan tahun aku hidup di hutan ini, ga ada hantu yang suaranya chkrek, chkrek..” gumam lelaki paruh baya yang berada di samping kanan posisi Jennifer.
Sosok lelaki itu sedang sibuk membuat perangkap ayam hutan dari anyaman kulit pohon yang sudah mengering. Sebenarnya posisi Jennifer dengan lelaki itu berdampingan, tetapi rimbunnya rumput gajahlah yang menyebabkan mereka tidak bisa saling lihat.
“KRESHEK.. KRESHEK!.. KRESHEK!” bunyi suara ikatan tali simpul penjebak ayam hutan milik lelaki paruh baya yang bersinggungan dengan ranting.
“Hah! Suara apa tuh? Kedengeran dari samping kanan gue.” bisik lirih Jennifer.
“Jangan-jangan rampok. Hiii..” imbuh gadis cantik itu sambil menggidikkan bahu.
“Tapi ga mungkin lah. Paling penduduk kampung sekitar hutan yang nyari ranting pohon buat kayu bakar.” gumam Jennifer seraya berjalan pelan kearah rumput gajah yang rimbun.
“Suara chkrek tadi apa ya? Coba cek aja deh.” lelaki paruh baya itu beranjak ke arah rimbunnya rumput gajah sambil membawa parang.
Jennifer Arnelita menyibak rumput gajah, lelaki paruh baya pun ikut menyibak. Wajah cantik Jennifer melongok, wajah bopeng lelaki paruh baya itu juga latah ikutan melongok, dan..
“HUAA..AAA!! SETAAN KOBEERR!!” teriak lelaki itu kaget setengah mati karena mendapati wajah Jennifer hanya beberapa centi dari wajahnya.
“HUAA..AAA!! TUYUL MRONGOOSS!!” teriak Jennifer kaget setengah hidup karena mendapati gigi lelaki paruh baya itu hampir menyentuh bibirnya.
“Heh! Siapa lu?!” sengat Jennifer.
“Hehh!! Harusnya saya yang nanya kenapa Neng bisa ada disini? Pasti Neng anggota pembalak liar ya?! Hayoo ngakuu!!” gertak dan tuduh lelaki yang baru saja membikin perangkap ayam hutan itu seraya menghunuskan parang.
Jennifer langsung mengkeret nyalinya, saat melihat parang yang dibawa lelaki di depannya.
“Bu.bukan! Bu.bukaan, Pak. Saya cuma tersesat. Saya tercecer dari rombongan saya.” Jennifer mencoba menjelaskan dengan kalimat terbata-bata.
“Jangan bohong!!” gertak gahar lelaki itu sambil melotot melihat bodi berlekuk Jennifer yang tampak jelas tercetak karena baju ketatnya terkena keringat.
“Bener pak. Ga bohong. Masak tampang saya kaya penjahat pembabat hutan?” sanggah Jennifer meyakinkan, kalo dirinya bukanlah anggota pembalak hutan.
“Hmm.” gumam lelaki ber-parang itu meneliti setiap bagian tubuh Jennifer Arnelita.
“Baguslah kalo begitu. Oke, saya percaya sama Neng. Oh iya, kenalkan nama saya Dadang, panggil aja Mang Dadang. Saya juru kunci alias penjaga hutan kerinci ini.” kata Mang Dadang mengulurkan tangan untuk mengajak bersalamam.
Dia meneguk ludah karena melihat dua busungan yang begitu sekel di dada Jennifer dan mendapati bahwa kancing baju ketat Jennifer yang paling bawah terlepas sehingga pusar yang bersih dan sebagian kulit pinggang yang mulus itu terlihat mengintip malu-malu. Karena sudah hidup lama di hutan selama bertahun-tahun dan tidak pernah bertemu yang namanya cewek, maka, Mang Dadang seakan mendapatkan mangsa buruan yang menggairahkan dan itu langsung membuat benda tumpul yang ada di selakangannya tumbuh berkembang menjadi besar dan semakin membesar. Lonjoran penisnya mengacung ke arah Jennifer tanpa Mang Dadang sadari.
“Anjritt dah! Kontol nya udah main todong aja. Mana gede lagi. Shitt!! Gue jadi konak nih kalo gini caranya.” jerit pilu Jennifer dalam hati.
“Sa.. Sayaa Jenni, Mang.” jawab Jennifer seraya menelan ludah karena tiba-tiba tenggorokannya terasa kering.
Wajah putihnya merona tatkala terbayang akan nikmatnya penis Mang Dadang jika membelah vaginanya.
Mang Dadang
Setelah menyelami alam pikiran masing-masing dengan fantasi sex lawan jenisnya, mereka berdua mulai tampak asyik bercakap-cakap, ngobrol ngalor ngidul membicarakan soal program reboisasi, pembalakan hutan, tanah longsor, dan cerita kenapa Jennifer bisa tersesat. Mang Dadang tak berkedip mengamati garis dan lekukan bibir tipis Jennifer yang sedang bercerita. Dia malah membayangkan bagaimana rasanya ya kalo penisnya terkulum lembut di dalam mulut mungil itu.
“Ke gubug Mamang aja yuuk, Neng. Tuh di sebelah.” ajak Mang Dadang seraya melirik kulit paha Jennifer.
Sekarang, pelan-pelan tapi pasti Mang Dadang telah berubah wujud menjadi predator buas.
“Boleh deh Mang. Sekalian Jenni numpang istirahat.” jawab gadis penyuka music acid jazz itu sambil mencoba melirik nakal ke arah gundukan penis yang masih tertutup celana kolor.
“Wah lumayan nyaman nih gubug tempat Mamang jagain hutan. Ga sumpek, kaya rumah petak di Jakarta.” kata Jennifer seraya melihat pemandangan sekitar dari beranda gubug.
Mangsa cantik itu meletakkan gelas berisi air minum, kemudian dia berdiri membelakangi juru kunci hutan dengan posisi tubuh sedikit condong kedepan, dengan kedua tangan menumpu pada kayu pembatas beranda, sehingga bongkahan pantatnya yang nungging begitu merangsang naluri hewani Mang Dadang. Mang Dadang pun tak berkedip melihat body gadis cantik kelahiran tahun 1984 itu, dan terus mengamati kesempurnaan tubuh berkulit putih yang tampak langsing bak seruling India. Tatap mata Mang Dadang yang melotot, bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Tajam dan juga jalang dalam menaksir besaran volume sepasang payudara yang tampak membusung indah dari balik balutan baju ketat warna hitam.
“Pasti matanya jelalatan deh, melototin bokong gue. Hihihiii..” gumam Jennifer dalam hati diakhiri dengan kikikan keledai.
Raut wajah Jennifer Arnelita tiba-tiba aja merona merah. Ada perasaan bangga dan puas dari dalam hati gadis cantik itu ketika kemolekan tubuhnya mampu membikin Mang Dadang terlihat belingsatan tak tenang dan meneguk ludah tidak hanya sekali melainkan berkali-kali. Diam-diam, naluri binal yang Jennifer punyai pun terbangun dari dalam dirinya. Penjaga hutan masih duduk di atas kursi di belakang tubuh Jennifer.
Tapi lama kelamaan, nafsu Mang Dadang sudah mentok diubun-ubun dan tak tertahankan lagi. Bermodalkan tekad kuat dan penis yang bulat, juru kunci hutan itu segera saja mendekap erat tubuh berlekuk Jennifer Arnelita dari arah belakang.
Penis yang cuma tertutup celana kolor kumal itu sudah sekian lama tidak menemukan mangsa. Sekarang senjata Mang Dadang tampak menggelembung besar dan telah mendarat tepat di tengah-tengah diantara dua bongkah pantat gadis cantik itu.
“Mang Dadang, jangan!! Oughh!! Sudah, sudah.. cukup, Mang. Apa-apaan sih?! Lepasin Jenni!! Lepasin!!” teriak Jennifer pura-pura takut dan meronta, ketika jari kasar milik juru kunci hutan kerinci itu mulai meremas dan memerah buah payudaranya yang berukuran 34A.
Jennifer sadar, kalaupun dia berontak pasti malah akan bertambah sakit. Mendingan menikmatinya seraya berakting berontak biar Mang Dadang semakin bernafsu “menelan”-nya. Lagipula keperawanannya juga sudah hilang diambil oleh Bang Narji sewaktu pulang dari syuting acara “InBox.”
“Neng, udah Neng. Nurut aja sama Mamang biar kita sama-sama enak. Kalo Neng Jenni ngeyel terus, Mamang tak segan untuk mencabik-cabik tubuh seksinya Neng Jenni, lhoh ?!” ucap Mang Dadang melakukan psywar terhadap mental Jennifer.
Gadis cantik berkulit putih mulus itu langsung terdiam. Dia tersenyum misterius karena umpan darinya yang berupa kepura-puraan itu termakan oleh Mang Dadang.
“Nhaah, kalo diem gitu kan tambah cakep, Neng. Hak.. Haak.. HakK!!” kekehan mesum Mang Dadang pun langsung terdengar menjijikkan.
Telapak tangan lelaki paruh baya mulai mengusap dan menekan buah dada ranum milik Jennifer dari luar baju dan meremasinya dengan gemas. Rambut panjang yang sedikit diwarna cokelat dan tergerai itu disibakkan Mang Dadang kearah kanan, dan dia pun langsung menghirup aroma wangi parfum mahal yang sudah bercampur dengan keringat, yang terpancar dari tubuh Jennifer Arnelita. Penis Mang Dadang pun dirasa oleh gadis cantik itu semakin mengganjal di belahan pantatnya. Seperti balok kayu untuk mengganjal roda sebuah truk.
“Shit!! Gede banget. Mana keras lagi. Bisa robek nih memek yang selalu gue rawat..” batin si Jenni sedikit gentar.
Birahi binal Jennifer juga mulai menggeliat. Darah mudanya menggelegak kuat memancarkan gairah liar. Dia pun mulai terangsang ketika lidah basah Mang Dadang menyapu dan menguas telak disepanjang batang lehernya, dan itu membuat bulu-bulu halus di sekitar tengkuknya meremang dan merinding.
“Oughh, Mang!! Sshhh!!” Jennifer Arnelita pun tak tahan untuk tidak mendesis dan menggeliatkan tubuh seksinya dengan gerakan sensual merasakan sensasi aneh dicumbu oleh seseorang yang strata sosialnya berada jauh di bawahnya.
Mang Dadang tersenyum senang setelah mengetahui bahwasanya mangsa berparas cantik dan berpayudara mengkel itu mendesah-desah merasakan nikmat dari ulah perbuatannya. Juru kunci hutan tersebut meneruskan rangsangannya dengan merambah daun telinga Jenni. Menjilatinya penuh perasaan, sesekali lidahnya yang basah dan hangat itu didorongnya ke lubang telinga untuk mengorek-korek kenikmatan yang masih tersembunyi. Serangan yang begitu lihai dari Mang Dadang pun menyebabkan Jennifer Arnelita menggelinjangkan tubuh, antara geli dan terangsang.
“Maang!.. Shhh!!.. ummphhfff!!!” lenguh Jennifer ditengah-tengah desahan yang keluar dari mulut berbibir tipisnya.
Telapak tangan kanan Mang Dadang kini mulai merayap perlahan melewati bagian bawah baju Jennifer, kemudian menyentuh lembut perut ratanya dan segera menyusup semakin dalam ke balik bra. Jennifer Arnelita, artis cantik itu menggeliat manja karena tangan kasar milik seorang juru kunci itu terasa geli di kulit pembungkus daging payudaranya yang halus dan mulus licin. Terlebih lagi, ketika dengan nekat Mang Dadang juga menggesekkan jarinya yang besar dan kasar pada puting kemerahannya. Sambil merasakan kekenyalan dan kehalusan sepasang buah dada Jennifer, Mang Dadang pun terus mencupangi lehernya yang jenjang dan tentu saja meninggalkan jejak basah dan bercak-bercak merah pada kulit putih itu. Jennifer diam tak bergerak.
Dia mencoba menikmati tingkah predator buas itu di gubugnya yang sederhana. Jennifer hanya bisa menggigit bibir bawah dan dengan kedua mata terpejam, ketika menerima serangan barbar namun terasa demikian erotis dari lelaki paruh baya ini.
“Uughh!! Wangi banget sih, Neng. Mana kulitnya halus lagi. Hmm.. Bener-bener hoki Mamang nih..” ucap penjaga hutan, seraya menggerakkan tangan yang satunya lagi ke arah bawah perut Jennifer untuk membuka celana army setengah paha yang dikenakannya.
“Mang, pelan-pelan. Auww!!” jerit gadis cantik itu kaget, ketika jari Mang Dadang yang tengah menurunkan retsleting celananya tiba-tiba menekan belahan vagina.
“Hak.. Haak.. Hakk!! Kenapa Neng? Udah ga sabar yaah??” ejek Mang Dadang sembari melihat raut wajah putih Jennifer yang mengerenyit, entah sakit atau malah merasakan nikmat oleh sentuhan jari lelaki paruh baya itu di belahan vaginanya.
Mang Dadang terus bergerak dengan lincah saat menelanjangi gadis cantik yang rambutnya diwarna cokelat itu. Tak perlu menunggu lama-lama, dimasukkan lah tangan kirinya menyusup melewati karet celana dalam, dan melata pelan menuju celah lipatan vagina Jennifer. Mang Dadang bisa merasakan bulu-bulu halus yang menghiasi bagian atas kewanitaannya.
“Ouughh, Maanggg. Shhh..!!” desah artis cantik itu seraya mencoba mengempitkan selakangannya dari serbuan makhluk pemangsa daging mentah.
Telapak tangannya yang semula cuma mengelus dan mengusap permukaan alat kelamin Jennifer, sekarang jarinya pun ikut ber-manuver tajam menukik dan berakselerasi memasuki ke belahan bibir vaginanya, kemudian segera mengaduk-aduk dan mencolok-colok bagian dalamnya yang bergerinjal. Tentu saja, serbuan ganas ini membuat tubuh Jennifer bergetar berkelojotan dan deru nafasnya pun semakin tidak teratur. Dia sudah tak tahan lagi terhadap godaan jari Mang Dadang yang terus saja asyik berselancar di dalam kehangatan vaginanya.
“Aaghh!! Maaangg!! Mmphh!! Uughhh!!” mulutnya yang mungil dan bibirnya yang tipis telah menceracau penuh nikmat. Kakinya pun melemas bagai tanpa tulang.
Mang Dadang mendekap tubuh ramping buruannya itu biar tidak terjatuh, kemudian tanpa ampun dan tanpa basa-basi lagi, lelaki paruh baya itu semakin meningkatkan intensitas serangannya untuk menggempur garis pertahanan gadis itu agar supaya segera takluk menyerah tanpa syarat sepenuhnya dengan cara memainkan klitorisnya. Daging mungil berwarna merah segar diurut-urutnya cepat dengan menjepitkan jari telunjuk dan jempolnya. Sesekali dipencet-pencet dan dipilin-pilin dengan gerakan kadang cepat kadang lambat.
“Maanggg!! Nikmatsshhh bahh.ngeetshh!!.. Aaghhh!!” erangan sensual kembali terucap dari mulut gadis berkulit putih itu.
Sensasi yang diperoleh Jennifer Arnelita pun semakin bertambah tinggi. Tubuh seksinya tersentak-sentak efek dari serangan Mang Dadang. Jennifer sudah memasrahkan diri sepenuhnya dengan membiarkan Mang Dadang untuk terus-terusan mengocok-ngocok vaginanya yang semakin basah dan memerah.
“Hak! Haak!!.. Haak!! Gimana Neng geulis?! Enak banget yak?? Sampe banjir gini. Hajaar bleeehHak! Haak!! Hakk..!!” celoteh mesum Mang dadang di dekat telinga Jennifer.
Muka berkulit putih itu merona merah setelah mendengar ucapan predator liar itu. Dirinya memang sudah terangsang berat, namun disisi lain dia juga harus mempertahankan gengsi untuk tidak mengakui realita yang tengah dirasakannya. Setelah puas mengucek dan mengobel vagina yang jepitannya sangat ketat walau cuma dimasukin dengan jari tangan, Mang Dadang pun mengeluarkan tangannya dari celana Jennifer. Jari yang tadi bersemayam dirongga kewanitaan itu tampak basah dan berkilat oleh cairan lendirnya. Tiba-tiba, dengan gerakan yang cepat diangkatnya tubuh langsing dan seksi itu untuk ditidurkan di atas sebuah dipan atau m
Tidak ada komentar:
Posting Komentar